5.
SHOCKING DAY!
Di Kampusku…
Seusai kuliah Manajemen Investasi, aku menceritakan seluruh kejadian kemarin pada Irfana saat berjalan menuju kantin. Saking bersemangat―semangat ‘45―aku bercerita, aku menabrak seseorang di belakangku karena aku berjalan mundur. Semua dokumen yang berada dalam dekapan orang itu berhamburan. Aku terbelalak kaget dan menutup mulutku. ASTAGA!!! What I’ve done??? Langsung aku membungkuk, memungut kertas-kertas itu, lalu memberikannya pada cowok itu. Aku meminta maaf padanya dan dia melangkah pergi. Irfana, yang menyaksikan kejadian barusan, masih tertawa geli sambil membekap mulutnya. Aku menatapnya kesal.
“Udah, ah, jangan ketawa lagi.”tegurku pelan.
Irfana berusaha mengendalikan dirinya, dan akhirnya Irfana berhenti tertawa. Kemudian aku mengambil duduk dekat tukang bakso, disusul oleh sahabatku.
“Oh iya, gimana sama si Mr. Ganteng? Ada kemajuan nggak?” tanya Irfana sambil melambaikan tangan, memanggil penjual nasi goreng.
Sementara Irfana memesan makanan, aku hanya menunduk dan memikirkan jawaban yang tepat untuk pertanyaan Irfana. Gimana, ya? Sepertinya, sih, hanya jalan di tempat untuk saat ini. Semalam aja, Eldo nggak balas SMSku, nelepon nggak jadi. Gimana mau ada perkembangan kalo kayak gitu terus? Atau aku SMS dia duluan kali, ya? Aku harus ngomong apa? Aku bingung.
“Eh, gimana?” tanya Irfana sekali lagi. “Ada perkembangan nggak?”
Aku mengangkat bahu. “Entahlah.”
“Kok, entahlah? Dia ngerjain lo?”
Aku hanya menggeleng pelan.
“BTW, dia kuliah dimana?”
KULIAH???? Aku sama sekali belum menanyakan hal itu.
“Ifa, gue belum tau apa-apa tentang dia. Jadi jangan tanya apapun soal dia. Oke?” kataku, sedikit ketus.
Irfana mengangguk.
“Sori, ya, Fa. Gue nggak bermaksud bentak lo.” Aku merasa bersalah sudah bicara ketus pada Irfana.
“Iya, nggak pa-pa. Gue ngerti.” Irfana tersenyum.
“Lo emang sahabat yang superrr pengertian.”
Irfana tersipu dan kami pun tertawa.
Makan siang datang. Dengan sumringah aku menyambut kedatangan nasi goreng ayam spesial telur ceplok. Aku memasukkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutku.
“Oh iya, gimana kabar Nicky?” tanyaku.
“Dia ngajak balik lagi, Kar.” Jawab Irfana dengan nada pelan.
Aku membeliak, “Ngajak balik? Nggak salah?”
Irfana menggeleng. “Kemarin dia nelepon gue dan sekarang dia mau ngajak gue pergi.”
“Kemana?”
“Ke Teens Kafe.”
Aku termanggut-manggut. “Oh, tapi hari ini gue lagi nggak kerja.” Aku melahap satu sendok terakhir nasi goreng.
“Sayang banget, padahal gue mau nraktir lo.”
“Ye, gue nggak usah ditraktir di sana. Cukup di Hanamasa aja.” Aku tersenyum konyol.
“BUSEEET!! Hanamasa?? Gila kali lo, ya.”
Aku tertawa, “Ya ampun, bercanda kali.”
“Tapi kapan-kapan kalo lo udah punya cowok, kita double date di Hanamasa. Gimana?” Ajak Irfana.
“Boleh,”
Tiba-tiba hapeku menjerit dari dalam tas. Aku segera mengambilnya. Aku melongo melihat nama Eldo a.k.a Mr. Ganteng muncul di layar. Irfana heran melihatku dan bertanya ‘telepon dari siapa?’
“Eldo,” bisikku.
“Angkat, angkat.” Suruh Irfana.
“Halo?”
“Kok, baru diangkat?” tanya Eldo.
“Maaf, tadi lagi di toilet.” Aku berbohong, menyembunyikan perasaanku yang bahagia karena Eldo meneleponku.
“Oh. Nanti aku jemput kamu, ya, di kampus.”
“Jemput?”
“Iya,” jawab Eldo. “Kamu nggak bawa mobil, kan?”
“Kebetulan nggak,”
“Ya udah, nanti kamu keluar jam berapa?”
“Jam setengah empat,”
“Oke, aku jemput kamu, ya?”
“I-iya,”
“Dah, cantik.” Eldo menutup pembicaraan kami.
Aku meletakkan hapeku di meja. Aku terdiam dan menatap Irfana. Lalu aku tersenyum senang dan memegang dadaku.
“Ada apa?”
“Eldo mau jemput gue, Fa.”
“Wah, bagus, dong.” Irfana ikut merasakan kebahagiaanku.
Aku menghela nafas. Membayangkan saat Eldo menjemputku di kampus. Pasti semua mata menatap kami, khususnya para gadis yang pastinya iri melihatku dijemput oleh ‘makhluk’ seganteng Eldo.
“Heh, senyam-senyum sendiri. Kumat, deh, gilanya.” Irfana menggugahku.
Aku tersentak. Kemudian Irfana menggendong tasnya dan bangkit dari bangku. Aku pun melakukan hal yang sama. Dan kami pergi meninggalkan kantin menuju ruang kuliah selanjutnya. Tak sabar ingin bertemu Eldo. Aku mulai khusuk berdoa, semoga kuliah selanjutnya cepat selesai. Amin.
* * *
Di Sekolah Irfana…
Hari ini, Rena ingin mengajak Eldo ke Teens Kafe. Karena Rena tahu kalau Eldo sering datang ke Teens Kafe. Sewaktu istirahat, Rena, Mitha, dan Putri makan di kantin. Tak lama kemudian, Eldo memasuki kantin. Semua siswi berteriak histeris dan membuat Rena menghentikan makannya. Rena menatap Eldo―yang mengambil duduk bersama teman-temannya―tanpa berkedip. Hati Rena melompat-lompat kegirangan karena sang pujaan hati datang. Niat untuk mengajak Eldo pergi ke Teens Kafe semakin bulat.
“Eh, gue ke Eldo dulu, ya.” Rena bangkit dan berjalan ke meja Eldo.
Mitha dan Putri hanya memantau dari tempatnya.
“Hai,” sapa Rena, saat sampai di meja Eldo.
“Eh, Rena.” ucap Nicky. “Duduk,”
Rena menggeleng, “Nggak usah, Nick. Gue berdiri aja.”
“Ya udah,” Nicky kembali sibuk menyantap makan siangnya.
Eldo melihat Rena, “Ada apa, Ren?”
“Ng, nanti pulang sekolah gue mau ngajak lo ke Teens Kafe. Bisa nggak, Do?”
‘Teens Kafe? Itu, kan, tempat Karenina kerja? Berarti gue harus cari tempat lain untuk kencan.” Batin Eldo.
“Do?” Rena menepuk bahu Eldo.
“Wah, maaf, gue udah ada janji.”
Keyakinan Rena berhasil mengajak Eldo pergi merosot tajam. Rasa kecewa menggelayuti wajah Rena.
“Oh, ya udah, nggak pa-pa.” Rena mengangguk, hanya menyembunyikan apa yang dia rasakan. “Lain kali aja kalo gitu. Makasih, Do.” Rena melangkah gontai, kembali ke mejanya.
Mitha dan Putri mengerutkan kening bersamaan, saat Rena kembali dengan wajah cemberut. Rena duduk lalu menopang dagu.
“Kenapa, lo?” tanya Mitha, heran.
“Eldo nolak ajakan gue,” jawab Rena.
Mitha dan Putri saling bertukar pandang.
“Ya udahlah, lain kali, kan, masih bisa.” Hibur Putri.
“Iya,” sahut Rena. “Eh, ke kelas aja, yuk.” Rena bangkit dan ngeloyor lebih dulu.
Mitha dan Putri menyusulnya dari belakang. Kalau sudah jengkel, Rena biasanya selalu meninggalkan sahabat-sahabatnya dengan wajah yang ‘menyeramkan’. Kelakuan Rena tergolong kekanak-kanakan, cepat ngambeg jika ada sesuatu yang tidak dia inginkan.
“SIAAL!” gerutu Rena, di toilet. “Aku gagal ngajak Eldo pergi.” Rena menatap bayangan diri di cermin. “Apa yang salah dari aku? Kayaknya Eldo nggak tertarik sama aku. Apa yang kurang dariku?”
Rena menghela nafas panjang dan tidak habis pikir kenapa Eldo bersikap biasa saja padanya. Apa yang Rena lakukan untuk Eldo, tidak berarti apa-apa di mata Eldo. Andai saja Eldo kasih sedikit waktunya untuk Rena, pasti Rena akan mengutarakan perasaannya pada Eldo.
“Jangan-jangan, Eldo udah punya cewek?” Rena menatap tajam bayangan dirinya. “Aku harus cari tahu, siapa cewek itu.” Rena beranjak dari kamar mandi, setelah bel masuk berbunyi.
* * *
Di Kampusku…
Aku dan Irfana menunggu Eldo tiba di bawah pohon rindang―DPR. DPR adalah salah satu tempat para mahasiswa bertemu dengan teman-temannya atau hanya sekedar duduk. Hawanya sangat sejuk ditambah angin semilir menyejukkan kalbu. Wuuih, betah banget.
“Eh, itu mereka datang.” Kata Irfana sambil menudingkan telunjuknya.
Aku menoleh dan segera mengikuti arah yang ditunjuk Irfana. Sebuah mobil Yaris berwarna Silver memasuki area kampus. Aku menyipitkan mata, berusaha untuk melihat siapa yang ada di dalam mobil itu. ASTAGAA!! Eldo keren banget, sih!! Jantungku berdebar makin kencang, perutku tegang, dan aku tak mampu mengedipkan mataku.
Nicky turun dari mobil dan menghampiri Irfana. Kemudian Nicky mengecup pipi Irfana. Hmphf!
Aku menyerongkan tubuhku saat pintu mobil ditutup. Aku membelalakan mataku, jantungku terhenti seketika, dan tak bisa bicara sedikitpun. Aku tak percaya dengan apa yang kulihat saat ini. Aku mengerlipkan mataku berulang kali―untuk meyakini apa yang ada di depanku. Eldo memakai seragam SMA. SE-RA-GAM S-M-A. Eldo masih SMA-kah? Oh My GOD!!!!
“Hai?” sapa Eldo.
“Hai, Do.” Balas Irfana, sambil menyikutku.
Aku tersentak dari lamunanku. “Eh, h-hai.”
“Berangkat sekarang, yuk?” ajak Nicky.
“Ayuk,”
Aku masih terdiam. Apakah yang kulihat ini kenyataan atau mimpi? Cowok yang aku suka ternyata masih SMA? Dan aku sudah berjanji untuk tidak pacaran dengan cowok yang lebih muda.
“Karen?” Irfana menyadarkanku.
“Eh, I-ya.” aku tergagap. “Kenapa?”
“Ayo, kita mau berangkat.” Jawab Irfana sambil menggenggam tangan Nicky.
Aku bangkit dan berjalan menuju mobil. Eldo yang menyetir mobil dan Irfana menyuruhku agar aku duduk di depan.
Saat perjalanan menuju tempat kencan, aku masih merenungkan apa yang kulihat ini. Aku menyukai Eldo. Sangat! Tapi Eldo masih muda dan aku tak mungkin memakan omonganku sendiri.
“Karen, kamu sakit?” tanya Eldo.
Aku menggeleng pelan.
“Grogi kali ketemu lo, Do” ledek Irfana.
Aku hanya tersenyum kecil. Huh, aku mulai ragu sekarang. Hati nurani mulai bergejolak hebat tentang perasaan ini. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Eldo masih berseragam SMA, dan bisa kuperkirakan umurnya pasti sepantaran Rena, tujuh belas tahun. TU-JUH BE-LAS TA-HUN!!!! Umurku terpaut tiga tahun dan dia lebih pantas jadi adikku, bukan pacarku. OH NOOOO!!!
Tapi enggak ada salahnya, kan, aku pacaran sama Eldo. Mungkin aja pacaran sama brondong membawa kesenangan tersendiri. He-he-he. But, wait a minute! Eldo sekolah di mana, ya? Aku harus tanya hal ini.
“Do,” panggilku. “Kamu sekolah di mana?” aku tak berani menatapnya.
“Aku sekolah di SMA Bina Satria,”
HAH!!! Itu, kan, sekolah adikku, Rena.
“Kenapa?”
“Eng-nggak apa-apa.” Aku menggelengkan kepala. “Kamu kenal Rena?”
“Tentu aja kenal. Rena, kan, siswi tercantik di sekolah. Pintar lagi.” jawab Eldo.
Waaaa, jangan-jangan Eldo suka sama Rena? Masa aku bersaing dengan adik sendiri? Enggak masuk di akal.
“Kok, kamu tau Rena? Kenal di mana?” tanya Eldo.
“Di-dia, kan, adikku.”
“Oh ya?”
Aku menganggukkan kepala.
Eldo tertawa kecil. “Pantes, adiknya aja cantik. Apalagi kakaknya.”
Eldo membuatku tersipu dan merona.
“Ciiee, jangan tinggi-tinggi terbangnya.” Ledek Irfana.
Nicky dan Eldo tertawa. Aku hanya terdiam. Jangan-jangan di sekolah, Eldo melakukan pendekatan ke Rena? Jangan-jangan ini Eldo itu gebetan Rena? Jangan-jangan Eldo deketin aku karena dia pengen deketin Rena? Jangan-jangan…. Jangan-jangan….. Kata jangan-jangan memenuhi kepalaku.
* * *
Aku tak mau memakan omonganku dan aku tak mau menyakiti adikku. AAAARRRGH!!! Hilang semua mimpiku untuk mendapatkan Mr. Ganteng. Musnah sudah perasaanku. Kecuali, aku tetap menjalani hubunganku diam-diam alias backstreet dari Irfana dan Rena tentunya.
* * *
Februari 22, 2010
pacarku umur 17 tahun part 5
Diposting oleh Prita Hayu Andani di 18.14
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar