Februari 22, 2010

Pacarku Umur 17 tahun part 3

3.
Harapan Rena
Di Sekolah Rena…
Sudah dua hari, Rena tidak bertemu dengan Eldo―sang pujaan hati―di sekolah. Rasa kangen menggelayuti hati Rena. Tiga puluh menit sebelum bel masuk Rena menunggu Eldo datang. Dan apa yang Rena tunggu-tunggu datang juga. Eldo berjalan di depannya dan membuat jantung Rena semakin berdetak kencang. Kemudian menyapa Rena dan menebar senyuman ‘maut’nya.
“H-hai juga,” Rena tergagap.
Eldo kembali berjalan menuju kelasnya. Mata Rena mengikuti Eldo hingga dia masuk kelas. Setelah itu, Rena masuk ke kelas dengan girang. Rena siap mengikuti pelajaran hari ini karena Rena telah bertemu dengan sang pujaan hati.
* * *
Jam istirahat pun tiba. Rena, Mitha, dan Putri langsung pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka. Mereka menempati bangku kosong dan segera memesan makanan. Kantin cukup ramai saat ini jadi Rena agak kesulitan mencari Eldo.
“Nyariin Eldo?” tanya Mitha.
“Iyalah, emang gue nyariin siapa lagi selain dia?” Rena menoleh ke Mitha.
“Tedjo,” celetuk Putri.
“WHAT? Tedjo?” Rena membelalak kaget. “Come on, he’s very JADUL,”
Mitha cekikikan. “Tapi kayaknya dia cinta mati sama lo,”
“Enak aja, mending Tedjo sama lo aja,”
“Ih, ogah gue. Nanti keturunan gue kayak apa?” Mitha sibuk membayangkannya. “Diih, enggak terbayang.”
Pesanan datang dan mereka siap menyantap makan siang ini. Putri menangkap sosok Eldo di pintu kantin lalu Putri menendang kaki Rena. Rena menatap Putri gusar.
“Apaan, sih?”
“Pujaan hati lo datang, tuh!” bisik Putri memberi tahu.
Rena mengikuti arah pandangan Putri. Dan, benar saja, Rena melihat Eldo melangkah masuk ke dalam kantin. Jantung Rena berdebar cepat begitu melihat Eldo. Semua mata―khususnya siswa perempuan―menatap Eldo tiada henti, tatapan yang mengandung kekaguman mereka terhadap Eldo, si murid cemerlang. Hati Rena terasa sakit. Rena cemburu!
Tapi kecemburuan itu harus segera dilenyapkan, karena Eldo menghampiri meja mereka. Rena hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Jantung Rena semakin bertambah kencang, saat Eldo duduk di hadapannya.
“Boleh gabung, kan?” tanyanya sambil melambaikan tangan, memanggil tukang gado-gado.
“Boleh, kok. Boleh.”kata Mitha sedikit salah tingkah.
Sementara Eldo memesan makanan, diam-diam Rena memandangi wajah Eldo.
‘Astaga!! Eldo duduk di hadapanku. Dari sekian banyak bangku, Eldo memilih untuk duduk di sini.’ Batin Rena.
Rena hanya bisa menunduk malu dan melanjutkan makannya.
“Rena, diam aja?”tanyanya.
Rena tersenyum kecut. Rena membiarkan Eldo berbincang dengan kedua sahabatnya. Rena sama sekali tidak dapat berkata-kata lagi. Lidah terasa beku jika sang pujaan hati berada di dekatnya. Memang pesona Eldo mampu menyihir siapa saja yang berada di dekatnya, termasuk Rena.
‘Ya Tuhan, kenapa lidahku kelu sama sekali? Aku pengen banget ngobrol dengan Eldo, tapi kenapa aku mendadak diam seribu bahasa gini?’
Rena sudah menghabiskan makan siangnya dan dia menunggu Mitha dan Putri―yang masih ngobrol dengan Eldo―sambil on-line lewat hape.
“Rena?” panggil Eldo.
Rena menoleh ke arah Eldo. “Iya,”
“Kok diam aja, sih?” tanya Eldo. “Lagi sakit, ya?”
“Nggak, kok, nggak,” Rena menggeleng. “Gue sehat-sehat aja,”
“Dia grogi deket sama lo, Do.” Ledek Mitha.
Wajah Rena langsung merah padam. Rena langsung menginjak kaki Mitha dan menatapnya kesal. Mitha hanya meringis kesakitan.
“Grogi?” Eldo mengerutkan kening.
“Oh, ng-nggak, kok,” Rena tergagap.
Eldo hanya mengangguk. “Gue duluan, ya?” Eldo bergegas meninggalkan meja.
Rena, Mitha, dan Putri bergegas membayar makan siangnya dan meninggalkan kantin. Di satu sisi, Rena sedikit kecewa karena dia tidak memakai kesempatan emas untuk ngobrol dengan Eldo. Di sisi lain, Rena senang karena dia benar-benar tidak tahu harus bicara apa.
‘Tapi tak masalah, Eldo sudah menghampiriku―eh, ralat, menghampiri aku dan teman-teman―saat di kantin tadi. Suatu awal yang baik.’ Rena tersenyum.
* * *
Seusai mata pelajaran terakhir, Rena, Mitha, dan Putri berniat untuk menengok aktivitas ekskul cheerleader. Mereka berjalan menuju lapangan basket tempat ekskul itu latihan. Dulu, Rena kapten tim cheerleadernya―karena sudah kelas tiga, Rena melepas jabatannya itu― jadi dia ingin memantau pengganti posisinya, Gadis. Mereka sampai di lapangan dan kebetulan anak basket sedang latihan juga.
“Ada Eldo, tuh!” bisik Mitha memberitahu.
“Iya, tauu..” kata Rena sambil tersenyum senang.
Kemudian mereka mengambil tempat duduk kosong dekat anak-anak cheers latihan. Semua anggota cheers menyapa Rena, Mitha, dan Putri dengan ramah.
“Ada apa, Kak?” tanya Gadis.
“Nggak ada apa-apa,” jawab Rena. “Cuma pengen lihat aja latihan kalian.”
“Oh,” Gadis mengangguk. “Kita pake lagu baru, Kak.”
“Bagus itu.” komentar Rena. “Latihan lagi sana,”
Gadis mengangguk dan dia―bersama timnya―kembali berlatih.
Rena memandangi Eldo tanpa henti. Saat Eldo berlari mengejar bola, menggiring bola, hingga memasukkannya ke ring itu sudah membuat Rena bahagia dan bertambah dalamlah cinta Rena kepada Eldo. Pesona Eldo saat bermain basket sungguh mengagumkan. Tapi kecelakaan kecil terjadi. Eldo terjatuh!
Rena terkejut dan langsung menghampiri Eldo. Eldo mengerang kesakitan, lututnya berdarah.
“Lutut lo berdarah, Do.” Kata Rena khawatir. “Cepat bawa Eldo ke UKS,”
Nicky dan Ray membopong Eldo ke UKS. Semua latihan dihentikan karena mereka semua khawatir dengan keadaan Eldo. Mereka berbondong-bondong menuju UKS, tapi ada juga yang pulang. Sampai di UKS, Rena menyarankan agar Eldo berbaring di tempat tidur sementara Rena mengambil kain kasa steril, cairan pembersih luka, betadine, dan plester.
Nicky dan Ray keluar dari ruang UKS saat Rena ingin mengobati luka Eldo. Rena mengambil selembar kasa steril lalu menuang cairan pembersih luka.
“Tahan ya, Do.” Kata Rena, sambil membersihkan luka Eldo yang cukup parah.
Eldo meringis menahan sakit.
Setelah itu, Rena kembali mengambil selembar kasa steril, menetesi dengan betadine, dan menempelkannya di luka Eldo. Kemudian Rena memasang plester agar tidak lepas.
“Sudah selesai.” Ucap Rena.
Eldo memandangi lukanya. “Makasih, ya, Ren.”
“Sama-sama, Do.” Rena meletakkan kembali obat-obat tadi ke tempat semula.
Lalu Eldo turun dari tempat tidur. Dengan sedikit pincang Eldo berjalan menuju pintu UKS, Rena mengikuti Eldo dari belakang. Eldo membuka pintu dan segera disambut oleh Nicky dan Ray.
“Lo nggak pa-pa, kan?” tanya Nicky.
“Iya,” jawab Eldo. “Luka gue udah diobatin.”
Nicky menatap Rena. “Makasih, ya, Rena.”
Rena tersenyum, “Sama-sama.”
Mereka semua pergi dari UKS dan memutuskan untuk pulang.
“Ciee, yang habis nolongin si pujaan hati.” Ledek Putri.
Rena tersipu malu. “Apaan, sih? Biasa aja kali.”
“Halah, bohong.” Sanggah Mitha. “Tuh, muka lo merah.”
Rena hanya mencibir.
Memang, Rena senang karena bisa menolong Eldo tapi sepertinya Eldo hanya biasa saja tidak memberi respon lebih. Hanya mengatakan terima kasih. Itu saja. Tapi itu tidak menyurutkan rasa cinta Rena pada Eldo. Pepatah mengatakan masih banyak jalan menuju Roma. Masih banyak cara mendapatkan cinta Eldo.
‘Apa Eldo akan membalas cintaku? Bagaimana jika aku menyatakan perasaanku kepadanya? Tapi lewat apa? Surat? SMS? Telepon? Atau bicara langsung? Huh.’
Rena melangkah dengan gontai menuju kamarnya. Dia merebahkan tubuh di tempat tidur dan mengingat kejadian tadi, kejadian yang sangat membahagiakan hatinya. Kemudian muncul gejolak di hati Rena. Suara hati mengatakan agar Rena mengatakan perasaannya pada Eldo, tapi masih ada keraguan juga di hatinya.
“Aaargh!” Rena berteriak putus asa. “Kalo gini terus, aku bisa gila. Eldo, aku suka sama kamu. Aku sayang sama kamu.” Rena memandangi foto Eldo lalu membekapnya.
* * *

0 komentar:

Posting Komentar